Seandainya malam itu, drg. Soenarti tidak mengangkat telpon dari Rumah Sakit Purusara. Mungkin nyawa dr. Kariadi, suaminya, tidak hilang diterjang timah panas tentara Jepang kala menyelidiki rumor Reservoir Suranda (reservoir-tempat penyimpanan air) yang diracuni tentara Dai Nippon. Rasa tanggung jawab dan keikhlasan membuat rasa kantuk dan takut hilang demi menjaga masa depan rakyat Semarang. Namun, sejarah tidak mengenal lema “seandainya”.
Berita meninggalnya dr. Kariadi membuat rakyat Semarang serentak melakukan perlawanan. Perlawanan kecil yang sebelumnya terjadi di beberapa titik menemukan pemersatu. Keinginan menjaga martabat negara yang baru seumur jagung merdeka. Menyatukan ribuan rakyat Semarang untuk mempertahankan harga diri sebagai bangsa yang merdeka. Keikhlasan merawat masa depan bumi nusantara untuk anak cucunya. Rasa tanggung jawab akan mimpi indah sebagai negara merdeka. Membuat rakyat Semarang bertempur selama lima hari (15 sampai 20 Oktober 1945) dengan semangat melawan Dai Nippon.
Semangat yang Berubah Bentuk: Warisan di Kampus Undip
Kini, berpuluh tahun kemudian tanggal 15 April 2025. Di Semarang, di Universitas Diponegoro (Undip) tepatnya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Keikhlasan, tanggung jawab, dan harga diri sebagai penerus pertempuran 5 hari berubah bentuk. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) dan Undip dengan semangat yang sama.
“Di kampus, banyak orang-orang pintar. Tapi di sinilah letak tantangannya. Perubahan paling sulit justru terjadi di kampus. Kita terlalu lama berada di zona nyaman,” pungkas Rektor Undip, Prof. Dr. Suharnomo, dalam kesempatan yang sama.
“Kita ini satu-satunya kampus yang punya laut, di kampus Teluk Awur Jepara. Itu keunggulan luar biasa. Kampus ini harus menjadi kebanggaan UNDIP, dan FPIK harus ada di garda terdepan,” tegas Prof. Suharnomo.
Medan Perjuangan Baru: Tantangan Pekerja Migran di Samudra Luas
Semangat merawat masa depan anak bangsa. Kolaborasi menghidupkan kembali semangat perlawanan, kini bukan melawan peluru timah panas Jepang, tapi melawan ketidakadilan yang dihadapi para pekerja migran Indonesia di tengah samudra luas. Menteri KP2MI, Abdul Kadir Karding, seorang alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Undip angkatan 1992, kembali ke rumah intelektualnya membawa misi besar: pelindungan menyeluruh bagi pekerja migran, khususnya di sektor kelautan dan perikanan.
“Kita pulang hari ini bukan sekadar untuk bernostalgia, tapi untuk mengajak Undip, rumah saya untuk berjalan bersama,” ungkapnya dalam kunjungan ke kampus pada 15 April 2025. Pulang membawa tanggung jawab, seperti dr. Kariadi yang rela meninggalkan rasa kantuk dan takut demi rakyat Semarang. Pulang untuk merawat masa depan bersama.
Data KP2MI 2024, menunjukkan ada 6.147 PMI yang bekerja sebagai Awak Kapal Niaga dan Perikanan Migran. Lebih dari 18.000 PMI bekerja di sektor perikanan dan kelautan di luar Awak Kapal. Mereka, para anak bangsa, menghadapi tantangan berat di tengah lautan: gaji yang tidak dibayar, pemotongan gaji tidak sesuai kontrak, pekerjaan eksploitatif, tidak diberikan hari libur, hingga penganiayaan dan penelantaran. Seperti rakyat Semarang yang berjuang melawan penjajah, mereka berjuang sendirian di tengah lautan tanpa perlindungan memadai.
Merajut Sistem Perlindungan: Peran Undip dan KP2MI
Undip dan KP2MI menyadari bahwa perjuangan mempertahankan harga diri bangsa tidak berhenti pada 1945. Perjuangan itu kini hadir dalam bentuk sistem pelindungan menyeluruh dari hulu ke hilir bagi pekerja migran. Mulai dari transparansi tata kelola migrasi, pelatihan dan sertifikasi kompetensi, penguatan peran pemerintah daerah, hingga digitalisasi layanan. Kampus Undip, khususnya FPIK, berperan sebagai katalis perubahan, pusat ilmu yang menjadi rujukan penyusunan kebijakan berbasis data dan riset.
Seperti semangat rakyat Semarang yang bersatu melawan penjajah setelah kematian dr. Kariadi, kini Undip dan KP2MI menyatukan kekuatan untuk melindungi 45.000 potensi penempatan awak kapal di berbagai negara. Taiwan (14.000), China (10.000), Spanyol (6.000), Korea (5.000), dan Jepang (5.000) menjadi medan pertempuran baru—bukan dengan peluru timah, tapi dengan kebijakan, perlindungan hukum, dan peningkatan kualitas SDM.
“Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan punya posisi yang sangat penting,” tegas Karding. Undip berperan menyiapkan SDM migran yang tangguh dan berdaya saing, mengembangkan program pelatihan berbasis kampus, riset kebijakan tentang migrasi tenaga kerja sektor kelautan, hingga inkubator wirausaha bagi pekerja migran purna.
Lima strategi utama telah dirancang: penguatan regulasi penempatan, penguatan tata kelola penempatan, peningkatan kesejahteraan PMI, penguatan pendataan penempatan, dan langkah strategis kerjasama. Semua bertujuan memastikan bahwa setiap pekerja migran Indonesia terlindungi haknya, dihargai martabatnya, dan diberdayakan potensinya.
Nilai-nilai yang Tak Pernah Padam: Keikhlasan, Tanggung Jawab, dan Harga Diri dalam Aksi
Keikhlasan dr. Kariadi yang rela meninggalkan rasa kantuk dan takut demi rakyat Semarang kini menjelma menjadi keikhlasan civitas akademika Undip dan KP2MI untuk membangun sistem perlindungan bagi pekerja migran. Tanggung jawab para pejuang kemerdekaan dalam pertempuran lima hari kini menjadi tanggung jawab untuk memastikan PMI bekerja dengan kontrak yang adil, jaminan keselamatan, dan perlindungan hukum. Harga diri rakyat Semarang yang melawan penjajah demi Indonesia yang baru merdeka kini menjadi harga diri bangsa yang memastikan anak-anaknya diperlakukan secara manusiawi di manapun mereka berada.
Pagi cerah di Kampus Tembalang, sarapan lontong di Simpang Lima. Anak Undip siap berkembang, peduli PMI, majukan bangsa! Seperti pantun yang disampaikan Menteri Karding, sebuah pengingat bahwa perjuangan tidak pernah berakhir, hanya berubah bentuk. Dari pertempuran lima hari 1945 hingga perlindungan pekerja migran 2025, dari dr. Kariadi hingga ribuan fisherman di kapal asing, semangat dan nilai tetap sama: keikhlasan, tanggung jawab, dan harga diri sebagai bangsa merdeka yang merawat masa depan anak cucunya.