Bagi masyarakat Pontianak khususnya Pontianak Timur. Mafhum setiap Sabtu malam persimpangan jalan Tanjung Raya II dan Panglima Aim selalu macet.
Menjadi aneh kalau setiap Sabtu malam tidak macet. “Tumben, tidak macet?” gumam sebagian orang yang biasa melintas termasuk saya tentunya.
Tidak ada traffic light mungkin salah satu penyebabnya. Tapi ada traffic light masih ada saja orang yang melanggarnya.
Tak percaya. Berjalanlah beberapa ratus meter ke depan. Perempatan Jalan Tanjung Raya II dan Sultan Hamid.
Bukan hanya kemacetan yang terlihat. Pelanggaran tidak memakai helm dipertontonkan secara vulgar oleh segelintir pengendara. Tanpa rasa malu tentunya.
Kembali ke persimpangan rumah sakit Yarsi. Tanpa traffic light dan keegoisan serta ketidakdisiplinan sebagian pengendara membuat kemacetan hal yang biasa. Namun, jangan bandingkan dengan kemacetan Jakarta yang bisa membuat emosi meninggi.
Biasanya kalau sudah macet di persimpangan Yarsi . Beberapa petugas polisi akan turun mengatur arus kendaraan seperti sekarang ini (pukul 20.38 wib).
Saya menulis ini saat sedang di sebuah warung kopi persimpangan Yarsi. Sengaja memang. Menikmati secangkir kopi hitam sambil menikmati kemacetan.
Karena polisi sudah turun tangan mengatur arus lalu lintas. Saatnya melakukan hal lain.
Warung kopi ini sangat strategis. Jaraknya hanya beberapa puluh meter dari rumah mertua saya. Cukup berjalan kaki tentunya.
Dua ruko ukuran 3 kali 6 meter dijadikan satu. Jangan berharap bawa mobil kalau kesini. Susah untuk parkir.
Saya hitung lebih dari 40 orang sedang asyik menikmati kopi disertai main game online dan ngobrol. Baik di dalam maupun teras warung kopi. Tersisip saya tentunya.
Beberapa anak muda terlihat asyik berkumpul satu meja. Ponsel yang menjadi prioritas utamanya. Bukan lawan bicara di mejanya. Hal yang biasa di masa sekarang. Beberapa tahun lalu mungkin hal aneh.
Sepasang anak muda berlainan jenis. Berpacaran pikirku. Masing-masing asyik dengan ponselnya. Perempuan muda asyik menonton film di ponsel. Pasangannya asyik main game online. Bodoh pikirku. Tapi namanya abege. Biarkan saja.
Di meja depan terlihat tiga pemuda asyik bercengkrama. Ku taksir usianya 30an. Entah apa yang dibicarakan. Saya pun tak tahu. Oh iya. Salah satunya membawa anak kecil berbaju hijau.
Setelah kemacetan terurai. Pak polisi pun pergi. Kembali ke pos nya atau mungkin mencari titik kemacetan lainnya.
Sedangkan saya. Menghabiskan beberapa batang rokok dan menukar duit Rp7000 untuk segelas kopi tapi mendapatkan postingan kurang bermanfaat seperti ini.
Lebih tidak bermanfaat kalau tersesat disini dan membacanya 😃😃😃
Postingan ini di upload pukul 21.25 WIB setelah sampai rumah mertua menjelang pulang ke rumah 😊😁.