Kue Putu bambu, salah satu jajanan tradisional yang banyak ditemukan di pelosok negeri. Kudapan tradisional yang terbuat dari campuran tepung beras dan gula merah terasa nikmat dengan taburan parutan kelapa dan wanginya daun pandan.
Cemilan tradisional ini merupakan resep warisan nenek moyang sejak ratusan tahun lalu tak tergerus oleh industri fast food yang merajalela.
Untuk menikmati putu bambu di Pontianak tak susah. Banyak penjual berkeliling menjajakannya setiap hari seperti Rosidi, lelaki kelahiran Brebes 37 tahun lalu.
Alasan Berjualan Kue Putu Bambu
Tak bebas dan penghasilan yang kurang mencukupi. Sejak saat itulah lelaki yang hanya menempuh pendidikan SMP memutuskan berjualan kue putu bambu dan klepon saat teman satu kampung mengajaknya di tahun 2001.
Setelah berjualan di Bekasi, dirinya melanjutkan pengembaraannya ke Palembang, Medan, dan Batam menjual jajanan tradisional ini.
Rosidi (37 tahun) sedang membuat kue putu bambu pesanan pelanggan di Pontianak
Tradisi mengembara di masyarakat Brebes membuatnya merantau ke kota Khatulistiwa Pontianak. Bersama dengan 11 kawan satu kampungnya, lelaki yang lahir di Ketanggungan Brebes, wilayah yang memiliki 3 bahasa penutur, mengontrak sebuah rumah di bilangan Parit Haji Husin I atau masyarakat Pontianak mengenalnya sebagai Paris 1.
Dalam sehari, Didi bisa menjual sebanyak 300 kue putu bambu dan 70 klepon hasil berkeliling dari jam dua siang hingga sebelas malam. Dengan harga Rp 1000 per kuenya, pria yang biasa menggunakan bahasa Jawa Ngapak berhasil mengumpulkan jerih payah sebanyak Rp 370.000,00 dalam seharinya.
Sebelum padebluk Covid-19 meluluhlantakan sendi kehidupan masyarakat Dunia termasuk Indonesia, Rosidi biasa menjual sebanyak 500 kue putu bambu dan 100 klepon dalam seharinya.
Iklim Usaha Kondusif
“Lebih enak dan nyaman dibandingkan daerah lain, mas” ujarnya saat ditanya alasan kenapa mau merantau ke Pontianak. Selain iklim usaha Pontianak yang bersahabat serta tanpa gangguan. Masyarakat Pontianak seperti halnya daerah pesisir lainnya, lebih terbuka terhadap pendatang seperti dirinya
Rumah dibilangan Paris Satu Pontianak dihuni 12 orang asal Brebes, kesemuanya berjualan Kue Putu Bambu dan Klepon. Dalam mengatur rute berkeliling diatur berdasarkan kesepakatan tak tertulis.
Setiap pedagang yang akan mulai berkeliling selalu memberitahukan rutenya kepada pedagang lainnya. Faktor ini yang membuat tidak ada gesekan sesama penjual kue putu bambu dalam mencari pangsa pasar.
Pedagang yang menjajakan kue dengan sepeda motor akan mengambil rute terjauh dibandingkan dengan yang menggunakan sepeda dan berjalan kaki. Ini dilakukan untuk menciptakan rasa keadilan sesama mereka.
Menahan Rindu Demi Si Buah Hati
Rindu harus ditahan. Jarak Brebes dan Pontianak yang terpisah Laut Jawa membuatnya harus rajin untuk masa depan keluarganya.
Sebagai seorang Suami dan Ayah dari dua anak, saban dua atau tiga pekan Didi mengusahakan mengirim uang ke istrinya untuk kehidupan keluarganya.
Satu hal yang pasti tiap setahun sekali, Didi harus pulang kampung untuk melepas rindu. Ritual ini dilakukan saat menjelang lebaran Idul Fitri. Padebluk Covid-19 membuatnya absen pulang di tahun ini. Seperti perantau lainnya.