Mengapa Berinvestasi di Reksadana?

Salah satu instrumen investasi yang saya tekuni adalah reksadana. Saya mengenal reksadana saat bangku kuliah di awal tahun 2000an. Namun belum ada keinginan untuk berinvestasi di reksadana. Belum punya duit lebih sisa uang jajan. Maklum, uang jajan masih pas-pasan. 

Investasi pertama saya malah di dunia saham. Itu di tahun 2008. Saat itu dunia sedang memasuki krisis ekonomi karena Subprime Mortgage

Seingat saya. Orang tua memberikan uang sebesar Rp 15 juta untuk buka rekening di e-trading sekuritas yang sekarang berganti jadi mirae sekuritas. Itupun sebenarnya pinjaman. Orang tua “menguji” saya dengan berinvestasi di pasar modal. Hasilnya malah rugi. Maklum saja. Ilmu yang pas-pasan ditambah kondisi market yang lagi hancur karena Subprime Mortgage. 

Setelah sempat vakum beberapa bulan karena efek kegagalan. Tahun 2010 saya mulai berinvestasi di reksadana. Tepatnya saya lupa. Yang pasti itu dilakukan setelah saya migrasi dari Jakarta ke Pontianak seorang diri. 

Dibandingkan dengan sekarang. Saat itu belum banyak channel untuk berinvestasi di reksadana. Setahu saya, untuk investasinya hanya bisa ke perbankan, perusahaan sekuritas serta beli langsung ke manajer investasi. Belum ada aplikasi khusus seperti Bareksa, Tanam Duit, Invisee dan sejenisnya. 

Alasan Berinvestasi di Reksadana

Berdasarkan pengalaman selama ini. Alasan kenapa saya berinvestasi di reksadana antara lain.

  • Modal terjangkau

Untuk berinvestasi di reksadana, modal yang dibutuhkan cukup murah. Bisa mulai dari Rp 100 ribu. Bahkan ada beberapa reksadana yang bisa dibeli dengan selembar duit Rp 10 ribu. 

Bandingkan dengan investasi saham. Untuk berinvestasi di saham harus membeli minimal satu lot (100 lembar). Artinya apabila ingin beli saham Bank BUMN BRI (BBRI) dibutuhkan modal Rp 330 ribu (dengan asumsi harga per lembar BBRI sebesar Rp 3.300). 

Masih lebih murah investasi di reksadana kan. 

  • Dikelola pihak profesional

Salah satu alasan berinvestasi di reksadana adanya Manajer Investasi yang mengelola duit yang kita taruh di reksadana tersebut. Jujur saja, saya termasuk orang yang terlalu tidak suka berlama-lama memantau laptop untuk melihat perkembangan harga saham. Membikin efek psikologis ke saya untuk memencet tombol buy dan sell secara serampangan. 

Kalau investasi langsung ke saham. Saya kan harus meluangkan waktu untuk mempelajari prospektus emiten, laporan keuangan emiten secara berkala dan perkembangan makro dan mikro ekonomi serta lainnya. Rada berat kalau saya lakukan. Mending urus hal lain. 

  • Bisa membayar dengan dompet digital

Selain membeli dengan uang kartal. Reksadana bisa juga dibeli menggunakan dompet digital seperti Link Aja, Dana, Gopay dan Ovo. Ada beberapa agen penjual reksadana yang menerima pembayaran dengan dompet digital seperti Tanam duit, Bibit serta Bareksa dan lainnya. Ini poin penting bagi saya.

Yang penting uang digitalnya harus ada isi duitnya. Kalau nggak ada isinya, ya tidak bisa beli reksadana. Atau bisa juga sih dengan menggunakan metode transfer via m-banking. Bagi saya lebih ringkas pakai dompet digital

  • Transparan

Karena kita mempercayakan duit dikelola manajer investasi. Sudah kewajiban manajer investasi untuk memberikan informasi secara transparan. Informasi mengenai reksadana itu tercantum di prospektus dan fund fact sheet

Di dalam prospektus kita bisa melihat rekam jejak manajer investasi, tujuan, kebijakan dan pembatasan investasi, manfaat dan faktor risiko utama investasi, alokasi dan imbalan jasa, hak kita sebagai pemegang unit penyertaan, pembubaran dan likuidasi reksadana, serta persyaratan dan tata cara pembelian dan penjualan kembali serta pengalihan investasi. 

Dan di dalam fund fact sheet kita bisa melihat kinerja produk reksadana, informasi portofolio dan jumlah dana yang dikelola. Biasanya fun fact sheet berisi satu halaman dan diterbitkan secara berkala. 

  • Terdaftar secara resmi

Sebagai salah satu instrumen investasi. Reksadana diatur oleh pemerintah melalui UU Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal. 

Selain itu, produk reksadana yang kita beli, manajer investasi yang mengelolanya, serta agen penjual reksa dana dan bank kustodian (bank yang membantu mengurus administrasi, mengawasi dan menjaga aset reksa dana) diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Semua instrumen investasi pada intinya harus terdaftar dan diawasi oleh OJK. Kalau tidak, berarti investasi itu ilegal bahkan cenderung bodong. Kan banyak sekarang investasi bodong. 

  • Mudah

Sekarang ini banyak agen penjualreksa dana, perbankan, perusahaan sekuritas serta manajer investasi berlomba-lomba memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk berinvestasi. 

Cukup dengan gawai yang kita miliki sudah bisa berinvestasi di reksa dana. Kita bisa investasi sambil tiduran, di toilet saat membuang hajat atau dimanapun selama ada gawai di genggaman. 

Itu tadi alasannya kenapa saya berinvestasi di reksadana. Saat ini saya berinvestasi reksa dana di salah satu agen penjual. Sebelumnya di tahun 2010 pernah investasi reksadana melalui bank dan di tahun 2015 sempat di perusahaan sekuritas. 

Jadi kapan anda akan mulai berinvestasi di reksa dana?

Ilustrasi gambar diambil dari portal Indonesia.

Leave a Reply